wartaphoto

Wayangan di Klenteng Hok Tek Bio, Ritual Budaya Untuk Ruwatan Bumi

95
×

Wayangan di Klenteng Hok Tek Bio, Ritual Budaya Untuk Ruwatan Bumi

Sebarkan artikel ini

WARTAPHOTO.net. PATI – Sabtu (21/9) ada yang berbeda dengan Klenteng Hok Tek Bio Pati. Jika biasanya sangat kental dengan nuansa budaya Tionghoa kali ini terasa Njawani. Tertata rapi berjajar wayang lengkap dengan set gamelan diatas panggung berukuran 8x10m.

Ketua Klenteng Hok Tek Bio, Pati, Edi Siswanto mengatakan pihaknya memang sengaja mengadakan pagelaran wayang di halaman klenteng. Kegiatan itu adalah sebagai ritual budaya untuk ruwatan bumi yang dimaksudkan untuk menolak balak suatu kejadian buruk khususnya di wilayah Kabupaten Pati dan untuk wilayah negara Indonesia pada umumnya.

“Jika biasanya kita ritual atau sembayang dengan cara kita dengan budaya Tionghua, namun kali ini ritualnya berbeda yakni dengan nanggap wayang sebagaimana ritual yang dilakukan orang jawa,” kata Edy.

Meski berbeda cara dan budayanya, namum menurut Edy tidak menjadi masalah, karena sejatinya ritual dengan wayangan itu sendiri memiliki maksud yang sama, tidak lain adalah ditujukan untuk Tuhan Yang Maha Esa.

“Mengapa dalam wayangan ini kita mengambil tajuk ruwatan bumi, maksudnya adalah untuk menghindarkan hal-hal yang buruk. Selain itu kami juga meminta agar musim kemarau panjang ini segera berakhir, agar saudara-saudara kita yang kekeringan bisa kembali dapat air. Kebakaran hutan di Kalimantan dan Riau juga agar segara padam sehingga penderitaan yang diakibatkan kabut asap cepat usai ,” ucap Edi Siswanto, yang juga Ketua komunitas Gusdurian Pati.

Dalam pementasan wayang yang dilakonkan oleh Ki Dalang Wibowo Asmoro mengambil judul ‘Tirto Manik Moyo Mahadi’ yang menceritakan tentang kisah Puntadewa sang raja di Negeri Ngamarta, yang gelisah karena banyak rakyatnya yang sengsara atas dampak kemarau panjang. Karena kondisi tersebut, sang raja harus mencari solusi atas kesusahan yang dialami rakyatnya. Dengan segala kemampuan dan kegigihan sang raja akhirnya dia berhasil menemukan sumber mata air yang kemudiam bisa digunakan seluruh rakyatnya.

Pelajaran yang disampaikan dalam pertunjukan wayang itu adalah menunjukan sikap dari sang raja yang penuh tanggung jawab atas penderitaan rakyatnya. Meski dalam kondisi yang sulit sang raja tidak lari dari tanggung jawab dan tetap memikirkan kepentingan rakyatnya.

Pilihan acara ruwatan bumi inipun disambut antusias warga, tak terkecuali keturunan Tionghoa. Mereka menonton semalam suntuk mengikuti alur Ki Wibowo Asmoro.

Han Tjing (60), salah satu penonton mengatakan jika pementasan wayang di Klenteng Hok Tek Bio ini adalah salah satu wujud kepedulian untuk melestariakan atau nguri-nguri budaya. Dengan wayangan ini juga dapat lebih membaurkan antara warga keturunan dan warga sekitar.

“Saya tidak benar -benar memahami bahasa pementasan wayang, namuan alur cerita yang dibawakan, saya bisa memahami. Meski kami ini warga keturunan, tapi sejak lahir kami tinggal di tanah jawa ini. Karena itu untuk melestarikan budaya jawa juga menjadi tanggung jawab kami,” sebutnya.

Reporter: Arton

Editor: Revan Zaen

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!