PatiPrestasi

Pengusaha Cilok Dara Terapkan “Jogo Tonggo”, Kuatkan Ekonomi di Tengah Pandemi

27
×

Pengusaha Cilok Dara Terapkan “Jogo Tonggo”, Kuatkan Ekonomi di Tengah Pandemi

Sebarkan artikel ini

Asap mengepul dari tutup periuk, sesekali tangan-tangan paruh baya itu mendorong kayu bakar agar bara tetep menyala stabil. Empat langkah dari sana, nampak wanita bermasker terus memutar adonan tepung dan daging, sembari sesekali mengecek campurannya telah rata atau belum.

Musik dangdut berlirik bahasa jawa mengalun memenuhi seluruh sudut ruang. Hentakannya seakan membarengi suara bulatan-bulatan tepung yang dilempar ibu-ibu ke tampah anyaman bambu. Tangan-tangan terampil itu satu persatu mencubit adonan tepung. Ditekannya bagian tengah, diberi adonan isi lalu digulung menjadi bulatan-bulatan menyerupai bakso.

Tak butuh waktu lama, datang seorang lainnya mengambil tampah anyaman bambu yang telah terisi penuh lalu menggantinya dengan yang kosong. Seperti inilah aktivitas pagi di rumah produksi cilok dara di Pelemgede Pucakwangi Pati.

Cilok dara yang viral dan ada dimana-mana ternyata diproduksi di Desa Kudur RT 2 RW 5 (Pelemgede) Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati.

Nama Dara dalam susunan kata cilok dara sendiri merupakan akronim kata Dana dan Rani, kedua anak dari Prisdianto (48th) owner franchise yang menjual cilok yang kini memiliki 150 an mitra.

Dimasa pandemi ini, usaha cilok dara tak mati, bahkan terus berkembang meski tak sederas ketika kondisi normal. Selain karena cita rasa dan tekturnya yang khas dan kenyal, ternyata cilok dara mayoritas karyawannya adalah tetangga satu gang.

“Kita sekaligus terus mengupayakan usaha terus berkembang juga membantu tetangga terdekat. Mereka tidak usah mengeluarkan biaya transport, cukup jalan kaki. Tidak perlu pergi jauh-jauh namun hanya dilingkungan sini saja sudah bisa memperoleh penghasilan yang InsyaAllah layak,” ungkap Prisdianto.

Dengan mempekerjakan tetangga sendiri ini, selain menguatkan ekonomi di masa pandemi juga membuat mereka tidak usah  bertemu dengan banyak orang yang bisa jadi beresiko dengan penularan covid-19.

“Disini, mereka bekerja, tetap cuci tangan dengan sabun, juga bermasker ketika bekerja, Sekaligus istilahnya menerapkan jogo tonggo lah” imbuhnya.

Kini, cilok dara yang merupakan usaha dibawah kendali dara franchise memiliki cabang di 5 Kabupaten.

“Semarang ada 60 mitra, Demak ada 20 mitra, Lasem dan Rembang 9 mitra, Pati utara yakni Cluwak hingga Jepara kita punya 85 mitra. Jadi karyawan tetap bisa terus bekerja, tidak ada yang di PHK, dan semoga perekonomian keluarganya bisa terbantu,” tambah Nani Variani, istri dari Prisdianto.

Selain mempekerjakan tetangganya, cilok dara ternyata juga memiliki kebijakan unik bagi mitra yang memang benar-benar kurang mampu namun memiliki keinginan dan tekat kuat untuk bergabung.

Owner cilok Dara, Prisdianto dan Nani Variani berfoto di kediamannya di Pucakwangi Pati. Mereka melepas masker sejenak hanya untuk berfoto

“Khusus mereka yang kami survey kurang mampu tapi memiliki minat dan tekat kuat jualan, kami punya sistem franchise yang bahkan bisa dimulai dengan nol rupiah. Itu sudah kami fasilitasi pinjam pakai gerobak, lengkap dengan peralatan seperti panci, wajan, tabung gas beserta regulatornya, bahkan hingga plastik kecil kemasan jual hingga tempat saos kecap dan bubuk cabe. Singkatnya, tinggal menghangatkan saja, langsung siap jual,” terangnya.

Sementara untuk mitra umum, dikenakan biaya franchise hanya 200rb. Meski demikian omzet dari usaha yang memproduksi cilok dan pempek ini telah mencapai ratusan juta rupiah.

 

Reporter: Revan Zaen

Editor: A. Muhammad

 

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!