wartaphoto

Efektifkah Pembelajaran Daring di Sekolah Kejuruan?

14
×

Efektifkah Pembelajaran Daring di Sekolah Kejuruan?

Sebarkan artikel ini

Pemerintah mengambil keputusan cukup bijak mengenai pembelajaran daring (online) di masa pandemi covid-19. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menerbitkan Surat Edaran nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam masa penyebaran (Corona Virus Disease) COVID-19. Mulai 16 Maret 2020 sekolah pun menerapkan model pembelaran daring (online), lalu efektifkah  pembelajaran daring untuk peserta didik di masa pandemi covid-19?

Model pembelajaran merupakan pola proses pembelajaran atau suatu pola yang dijadikan acuan dalam melaksanakan proses pembelajaran. Terkhusus di SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) merupakan salah satu sekolah yang didambakan bagi beberapa orang tua dan peserta didik agar anaknya siap kerja setelah lulus sekolah SMK nantinya. Namun, model pembelajaran berbasis multimedia di SMK Nurul Qur’an Pucakwangi pada masa pandemi covid-19 bukan hanya orang tua saja yang merasa dirugikan bahkan para pendidik dan orang tua pun merasakan dampaknya.

Belakangan ini masa pandemi banyak terjadi penyimpangan dalam pengerjaan tugas sekolah serta penyetoran dari pendidik oleh peserta didik, pemilihan dan penentuan model pembelajaran yang terbaik untuk peserta didik juga sangat penting untuk diputuskan dan diambil langkah. Model pembelajaran daring (online) memang tidak sedikit yang jenuh untuk peserta didik karena kemampuan peserta didik yang cenderung berbeda antara satu dengan peserta didik lainnya sehingga tidak sedikit dari peserta didik yang merasakan kejenuhan di masa pandemi covid-19 bahkan beberapa yang melupakan atau sengaja mengabaikan kewajibannya.

Adalah PR besar bagi para pendidik khususnya guru produktif bagaimana cara memahamkan peserta didiknya untuk mencapai target pembelajaran secara maksimal. Tak terkecuali SMK Nurul Qur’an yang basicnya Kejuruan Multimedia di kawasan Pati Selatan. Terutama pada mapel produktif desain grafis, animasi, fotografi, videografi maupun desain multimedia interaktif yang harus dipraktikan oleh peserta didik karena jika hanya dengan teori tanpa praktik peserta didik tidak akan bisa mengaplikasikannya, itu merupakan hal sulit dan menjadi PR bagi pendidik untuk memberikan haknya peserta didik secara tuntas.

Terlebih tidak semua siswa memiliki komputer atau laptop bahkan kamera untuk melakukan pembelajaran praktek dirumah. Pendidik harus mampu melakukan pembelajaran diwaktu yang sama seperti halnya menggunakan aplikasi atau fitur yang tersedia contohnya menggunakan grup di sosial media seperti WhatsApp (WA), telegram, You Tube, Google Classroom, Google Meet dan aplikasi Zoom dengan demikian  pendidik mampu mengawasinya.

Permasalahannya yang terjadi bukan hanya terdapat pada sistem media pembelajaran akan tetapi salah satunya koneksi internet dan data (kuota) yang membutuhkan dana yang cukup tinggi harganya untuk peserta didik, walaupun ada anggaran dari sekolah untuk menyubsidi kuota bagi peserta didik. Orang tua pun resah dengan hal tersebut karena dengan pemasukan dari hasil kerja untuk kebutuhan sehari-hari yang cukup mengahabiskan dana.

Bagi orang tua yang pemasukannya menengah ke bawah akan menjadi problem tersendiri karena ekonomi yang pas-pasan untuk diterima dan di buat untuk kebutuhan hidup ditambah beban beli data (kuota). Tidak sedikit dari mereka yang merelakan tidak mengerjakan kewajiban sebagai peserta didik atau tugas-tugas untuk disetorkan dengan gurunya lagi-lagi kendala dengan data (kuota).

SMK Nurul Qur’an Pucakwangi memiliki beberapa peserta didik yang hidupnya juga di Pondok Pesantren sedikit dari mereka yang dibekali orang tua mereka dengan gadget mapun laptop untuk belajar, sehingga kita sebagai pendidik juga harus putar otak bagaimanapun kita harus memberikan haknya secara penuh.

Lalu apa saja kekurangan ketika menghadapi pembelajaran daring (online)?

  • Sulit mengontrol mana peserta didik yang benar-benar serius dalam mengikuti pembelajaran secara daring (online).
  • Pembelajaran lebih banyak menggunakan teoritis ketimbang praktik karena tidak dimungkinkan adanya interaksi langsung dengan peserta didik.
  • Bagi mereka yang tinggal di lokasi yang infrastruktur komunikasinya masih kurang  baik tentu  akan kesulitan untuk mengakses internet dengan lancar.
  • Tidak semua memiliki dan mampu mengakses peralatan yang dibutuhkan seperti halnya perconal computer (PC) atau laptop, Hp dan lainnya untuk pembelajaran secara daring (online).
  • Terlalu banyak distraksi yang bisa mengganggu konsentrasi peserta didik saat belajar pada pembelajaran daring (online).
  • Pendidik sulit menentukan penilaian pada peserta didik yang bersunguh-sungguh dan memiliki kompetensi yang tinggi baik dari segi IQ (intellgence Quotien) dan EQ (Emotional Quotien).

Kegagapan pembelajaran daring (online) memang nampak dihadapan kita, tidak hanya satu atau dua sekolah saja melainkan menyeluruh dibeberapa daerah di Indonesia. Pembelajaran yang bisa dipetik baik bagi pendidik, peserta didik maupun orang tua dari pendidikan di tengah masa pandemi covid-19, yakni kegiatan belajar tatap muka dengan pendidik terbukti lebih efektif dibandingkan  secara daring (online) khususnya pada sekolah kejuruan.

*Mahasiswa Pascasarjana IAIN Kudus

Editor: Revan Zaen

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!